PorosNusantara, Jakarta – Industri manufaktur di Indonesia masih menunjukkan hasrat untuk terus meningkatkan produktivitas dan perluasan usaha guna dapat memenuhi kebutuhan pasar domestik dan ekspor. Hal ini tercermin dari indeks manajer pembelian (Purchasing Managers’ Index/PMI) sepanjang tahun 2018 yang rata-rata berada pada level di atas 50 atau menandakan sektor manufaktur tengah ekspansif.
“Artinya, dari capaian tersebut, para investor di sektor industri melihat bahwa Indonesia telah mampu mengelola ekonomi melalui norma baru. Upaya ini sejalan dengan tekad pemerintah menciptakan iklim usaha yang semakin kondusif,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di Jakarta, Kamis (3/1).
Berdasarkan laporan Nikkei, PMI manufaktur Indonesia pada Desember 2018 menempati posisi angka 51,2 atau naik dari perolehan bulan November yang bertengger di peringkat 50,4. PMI Manufaktur Indonesia pada pengujung 2018, juga menjadi posisi tertinggi dibanding tiga bulan sebelumnya. Kinerja positif itu, antara lain didorong karena lonjakan permintaan domestik dan pertumbuhan lapangan kerja.
Di level Asia Tenggara, geliat industri di Indonesia lebih baik daripada Thailand, Malaysia dan Singapura. Sementara itu, PMI manufaktur Asean terpantau berada di posisi 50,3 pada Desember 2018, melambat dibanding capaian bulan sebelumnya di tingkat 50,4.
PMI ini merupakan hasil survei bulanan yang menggunakan data respons para manajer di bidang pembelian yang berasal dari 300 perusahaan manufaktur berbagai sektor, di antaranya industri logam dasar, kimia dan plastik, tekstil dan pakaian, serta makanan dan minuman.
Lebih lanjut, menurut Airlangga, kenaikan indeks manufaktur pada akhir tahun 2018 juga dinilai sebagai penegasan bahwa pelaku industri manufaktur di Indonesia semakin percaya diri untuk lebih ekspansif pada tahun 2019. “Memasuki tahun politik, kita harus lebih optimistis, termasuk kepada para pelaku industri, supaya bisa mengambil peluang,” tegasnya.