Sambil menyeruput segelas kopi, sesekali saya melirik di sekitar area makam dan terlihat di tengah-tengah kompleks makam terdapat banyak nisan kuno. Makam Tuanku Di Kandang juga diberi atap, pertanda makam ini adalah makam orang yang dimuliakan. Sekitar kurang lebih 1 jam kami bercengkerama dan melihat-lihat makam bersejarah tersebut, kami langsung berpamitan dengan pekerja di makam dan mahasiswa KPM dan langsung menuju makam Putro Ijo yang tak jauh berada dari lokasi Tuanku Di Kandang. Nisan-nisan terlihat tertata rapi, sebagian nisan tampak sudah tua dan juga banyak rumput-ruput hijau menyelimuti area makam.
Di depan area makam, terdapatlah sebuah tulisan untuk menyebutkan komplek Makam Putroe Ijo. Siang yang terik itu terlihat tidak ada pengunjung yang hadir ke sana. Suasana sepi dan terdengar suara alunan zikir dari masjid. Usai berdoa untuk para pendahulu Aceh tersebut, kami menyempatkan diri untuk berkeliling melihat informasi yang terdapat pada makam.
Ternyata putri tersebut dinamakan Putroe Ijo adalah karena kecantikan dan keindahannya yang terkenal hingga ke pelosok Aceh. Di sekitar, juga terdapat makam-makam anggota keluarga kesultanan Aceh Darussalam yang dimana makam tersebut telah direposisi batu-batu nisannya pada tahun 2013 setelah rusak akibat gempa dan tsunami Aceh 2004 silam. Akhir perjalanan, kami berharap agar kita tidak lupa akan sejarah bangsa. Karena bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya, kita juga berharap kepada banyak pihak untuk mendorong para anak bangsa agar tidak melupakan jasa para pendahulu. Al-Fatihah. (Red/js)