Berdasarkan HGB tersebut, lanjut Sekda Puspaka, Pemkab Buleleng mengeluarka ijin atau rekomendasi kepaa PT Prapat Agung Permai untuk memanfaatkan lahan tersebut.
”Memang benar pada tahun 1999 semua berkas, arsip dan dokumen hangus terbakar akibat amuk massa, termasuk sertifikat asli. Atas hal tersebut, Pemkab terus menjali koordinasi dan komunikasi ke BPN untuk mengeluarkan sertifikat pengganti,” ungkap Sekda Puspaka.
Artinya, Kantor Pertanahan telah melakukan langkah-langkah dengan mengumumkan informasi ke media terhadap permohonan penggantian sertifikat asli yang hilang saat terjadi kebakaran pada tahun 1999. Dalam pengumuman tersebut, sesuai dengan aturan yang beerlaku diberi jangka waktu selama 30 hari, yaitu sejak dikeluarkan pengumuman 5 Mei sampai 5 Juni 2015 untuk member kesempatan kepada masyarakat mengajukan klaim atau sanggahan terhadap status tanah tersebut.
Terkait dengan pemberitaan, bahwa dengan penerbitan HPL Tahun 1976 kemudian terbit SK mendagri Tahun 1982, Sekda Dewa Puspaka menjelaskan, bahwa hal terebut bukan kapasitas Pemkab memberikan jawaban, karena semua proses yang terjadi ada pada Kementerian Dalam Negeri.
Begitu juga terhadap pemberitaan, bahwa HPL yang diterbitkan Pemkab Buleleng tidak memiliki dokumen aslinya, hal tersebut memang benar adanya. ”Karena sesuai dengan ketentuan, bahwa manakala diatas HPL diletakkan HGB maka sertifikat HPL asli disimpan di kantor Agraria atau Kantor Pertanahan,” jelas Puspaka mantan Sekda.
Terkait dengan dikeluarkannya ijin investasi pada PT Prapat Agung Permai, dijelaskan Sekda Puspaka, hal itu sudah sesuai dengan aspek yuridis. Karena telah memenuhi semua ketentuan yang berlaku. Sedangkan dari aspek sosiologis, investasi tersebut bertujuan untuk peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
”Jika ada pihak-pihak yang mempermasalahkan keberadaan tanah tersebut, kami sarankan sebaiknya melalui mekanisme hukum yang berlaku,” tegas mantan Sekda Puspaka.