Porosnusantara.co.id, Jakarta – Revolusi Industri (RI) 4.0 menyediakan kemudahan dan ketidakterbatasan akses terhadap apapun. Hal ini harus bisa dimanfaatkan sebagai peluang dalam menciptakan kesempatan yang sama untuk mewujudkan potensi dan hak asasi seluruh kelompok, baik laki-laki maupun perempuan, disabilitas, lansia dan kelompok rentan dan marginal lainnya. Namun, hingga saat ini masih ada anggapan di tengah masyarakat yang menganggap bahwa kedudukan perempuan dan laki-laki dalam keluarga atau dalam masyarakat berbeda.
Fenomena yang terjadi di masyarakat tentang kedudukan perempuan dan laki-laki dalam keluarga ini, mencerminkan masih kurangnya penahaman tentang kesetaraan gender. Padahal jelas tertuang dalam target pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDG’s) tujuan ke-5 bahwa kesetaraan gender menjadi salah satu yang diprioritaskan. Dibutuhkan pendekatan yang lebih komprehensif untuk menyikapi permasalahan terkait isu kesetaraan gender ini. Selain pemahaman konsep gender, pelembagaan isu gender di semua sektor dan bidang pembangunan, juga menjadi tantangan yang masih dihadapi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) sebagai leading sector.
“Melihat tantangan yang masih dihadapi, kita harus bisa memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait konsep gender dengan tepat. Gender itu tidak membicarakan perempuan harus menjadi persis sama dalam segala hal dengan laki-laki, dan bukan demi menyaingi laki-laki. Pada dasarnya, tidak ada yang salah dengan adanya perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan selama hal tersebut tidak merugikan dan mendiskriminasikan pihak manapun. Namun yang harus diketahui bersama, nilai-nilai gender yang menjadi keyakinan selama ini kebanyakan merugikan posisi perempuan,” tegas Menteri PPPA, Yohana Yembise.