Jakarta, Poros Nusantara – Sebenarnya teknologi listrik tenaga matahari sudah lama semenjak tahun 1970 an. Tapi hingga kini, rumah tenaga yang menggunakan listrik Surya Atap (Solar Panel) masih terbilang jarang. Pasalnya, harganya yang tergolong mahal dibanding listrik punya PLN. Sehingga masyarakat kurang minat terhadap produk ini.
Tidak hanya itu, pengetahuan masyarakat yang minim soal tenaga solar panel makin kurang dikenal. Kondisi ini, diperparah dengan pihak Perbankan yang enggan membiayai listrik tenaga surya atap. Hanya baru BPRS Lan Tabur Jombang, Jawa Timur mulai melakukan pendanaan Solar Panel. Padahal potensi pasarnya sangat pasar, sekitar 2,2 juta rumah.
Hal ini mengemuka dalam diskusi Fokus Group Diskusi, Assessing Potential Financing Sheme of PV Rofftop Solar Installation in Housing and Commercial Building, di Jakarta. (10/10/2018).
Sedianya diskusi ini akan dihadiri oleh Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE), Rida Mulyana, namun berhalangan hadir karena mendampingi Menteri ESDM, Ignasius Johan di Bali dan sambutan dibacakan oleh Abdi.
Dalam sambutannya, Rida Mulyana mengatakan
Pembangunan Energi baru, terbarukan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Pembangunan Nasional . “Sektor ini, telah berkontribusi untuk mewujudkan tidak hanya satu, tetapi setiaknya empat dari 9 Nawa Cita yang ada dan merupakan agenda priortias menuju perubahan energi berdaulat secara politk, mandiri, ekonomi dan berkepribadian budaya dan berkebudayaan,” kata Rida.
Lebih lanjut, Rida menuturkan dari keempat Nawa Cita itu, pertama, membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka NKRI. Kedua, meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia. Ketiga, meningkatkan produktivitas dan daya saing di pasar Internassional sehingga bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa lainnya. Keempat, mewujudkan kemandian ekonomi dengan menggerakan sektor-sekttor strategis.