Jakarta – porosnusantara.co.id
Partai Buruh sebagai partai persatuan perjuangan kelas pekerja buruh, petani, nelayan dan menjadikan Hari Tani Nasional sebagai momentum yang wajib diperingati tiap tahunnya dalam memperkuat perjuangan untuk mewujudkan keadilan, kemakmuran, dan kesejahteraan petani dan orang-orang yang bekerja di perdesaan di Indonesia. Pada Hari Tani Nasional tahun ini, Partai Buruh dan Serikat Petani Indonesia menyatakan sikap bahwa “Reforma Agraria Dimanipulasi, Langgar Konstitusi”. Pernyataan sikap ini dilatarbelakangi oleh keadaan sebagai berikut:
1.Reforma Agraria sejatinya ialah bertujuan merombak struktur agraria yang timpang, tapi pada kenyataannya Penguasa justru memperluas ketimpangan agraria itu sendiri. Hal ini dibuktikan dengan kebijakan pemberian hak guna usaha (HGU) selama 190 tahun kepada korporasi
2.UU No. 5 tahun 1960 tentang Perturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA 1960) tidak dijadikan sebagai rujukan dari dikeluarkannya kebijakan reforma agraria di Indonesia. Demikian juga UU No. 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, dan UU No 18 tahun 2012 tentang Pangan. Sebaliknya penguasa justru mengeluarkan UU yang bertentangan melalui UU Cipta kerja (Omnibus Law) yang berisi bukan saja semakin mengeksploitasi pekerja tapi juga petani, dan rakyat banyak lainnya,
3.Reforma Agraria diarahkan hanya melegalisasi penguasaan kepemilikan tanah yang sudah timpang melalui project sertipikasi tanah, dan menjadi jalan korporasi-korporasi besar menguasai tanah dengan atas nama Proyek Strategis Nasional (PSN), serta atas nama perubahan iklim jutaan hektar tanah rakyat dijadikan hutan konservasi restorasi sebagai komoditas perdagangan karbon,
4.Kenyataan hari ini konflik agraria semakin meningkat, karena perampasan tanah rakyat semakin meluas, dan konflik agraria yang sudah ada selama ini tidak ada penyelesaian yang luas dan komprehensif. Berdasarkan data terdapat 1.385 kasus pengaduan masyarakat terkait konflik agraria selama tujuh tahun terakhir (2016-2023), dari angka tersebut, 70 lokasi telah ditetapkan sebagai Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA). Sampai dengan Februari 2024, capaian redistribusi tanah dan penyelesaian konflik pada LPRA baru sebanyak 24 LPRA (14.968 bidang/5.133 Ha untuk 11.017 KK). Jadi masih ada 46 LPRA yang belum selesai dan 1.361 lokasi aduan konflik agraria yang mangkrak.