Hijrah Sebagai Solusi Bangsa

Jakarta, Poros Nusantara – Persoalan bangsa yang komplek perlu dicermati dan diuraikan penyebabnya agar mendapatkan solusi tepat. Pasalnya, banyak persoalan bangsa sudah lama bahkan menahun tapi tak kunjung selesai. Misalnya kasus korupsi yang makin terus bertambah jumlahnya dan para pelakunya. Bayangkan,  Bupati Tulungagung, Syahri Mulyo baru saja selesai dilantik, selang  hitungan jam langsung ditangkap KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).

Dr. H. Bambang Widhyatomo, HM. MM,Pd, pimpinan STAIS Lan Taboer Jakarta memberikan analisanya terhadap masalah korupsi yang hingga kini masih menggerogoti bangsa ini, baru-baru ini di Jakarta. (17/09/2018).  “Barangkali makanan (food) yang dimakan kurang halal. Bisa jadi bahan bakunya yang kurang memenuhi standar kehalalan. Kemudian cara memasaknya juga tidak benar, mulai dari cara memotong, menggoreng, memasak dan seterusnya,” katanya.

Ia menegaskan, kalau cara memasaknya tidak benar, maka ada sesuatu yang mengganjal, dalam bahasa agamanya  haram. “Makanan yang haram akan berpengaruh terhadap perilaku seseorang. Kelihatan sih baik. Tapi melakukan korupsi,” tegasnya.

Lebih lanjut, Bambang menjelaskan faktor yang kedua adalah fashion (pakaian).  “Ustadz sering menyeru wanita harus mengenakan jilbab. Kalau saya tidak begitu.  Kenapa begitu? Karena banyak kaum laki-laki tidak menutup aurat. Ada orang main bola pakai celana pendek diatas lutut. Tapi anehnya tidak banyak orang ribut,” jelasnya.

Menurut Bambang, faktor yang ketiga adalah fun (hiburan).  “Hampir semua hiburan tayangan di televisi banyak yang bohong itu, seperti acara pemburu hantu, dalam acara  dialog juga begitu, semuanya ingin menang sendiri dan tidak ada yang  menghargai kelebihan orang lain. Berbeda dengan acara talk show yang mengetengahkan pencerahan dalam kehidupan,” ujar Bambang.

Ia memberikan solusi berdasarkan faktor-faktor tersebut, yaitu hijrah. Artinya,  “dari makanan yang haram ke halal. Berpakaian dari yang mengumbar aurat menjadi sesuai syariat.  Hiburan yang mengandung edukasi, informasi dan tuntunan. Contohnya, banyak anggota dewan, bupati, gubernur, menteri yang ditangkap KPK. Apakah mereka tidak sholat? Shalat, jawab Bambang. Kalau  mereka shalat. Dimana yang salah? Coba cek dari ketiga faktor tersebut,” imbuhnya.

Lalu, Bambang memberikan contoh ketika pada suatu hari Khalifah Umar bin Khatab menggendong  bayi dari seorang Ibu di warung, lalu Ia mengambil roti secuil, dan diberikan kepada bayi tadi. Kemudian, Sang Khalifah membawanya ke depan Ka’bah. Di depan Ka’bah bayinya menangis  dengan keras. Khalifah menduga ada sesuatu yang tidak beres dengan roti itu.  “Biarkan secuil tapi termasuk kategori mencuri,” ujarnya.

Lalu, Khalifah Umar  kembali ke  warung dan berkata kepada pemilik warung, saya tadi mengambil roti secuil, berapa yang harus dibayar? Lalu, pemilik warung mengatakan kepada khalifah, enggak usah bayar, untuk khalifah saja. Karena pemilik warung takut pada khalifah, akhirnya Ia membiarkan saja roti diambilnya sedikit.  “Oh bukan begitu, jawab Sang Khalifah.  “Saya mencari halalnya,”  kata Khalifah.

Bambang kembali melanjutkan kisahnya, setelah dibayar roti itu dan dihalalkan.  Lalu dibayi tadi bawa kembali ke Ka’bah dan ternyata bayi tampak hingar bingar. “Jadi, ada indikasi makanan yang tidak baik akan berpengaruh terhadap perilaku,” ujarnya.

Laporan : Windarto

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *