Pemprov NTT Programkan 16 Embung Di Tahun 2018

Kupang, Poros Nusantara – Pemerintah Provinsi ( Pemprov ) NTT, dalam tahun 2018 ini memprogramkan 16 embung untuk 8 Kabupaten di NTT Embung yang ada itu akan dibiayai melalui dana APBD NTT tahun 2018 dengan alokasi tiap satu embung menghabiskan anggaran senilai Rp 1,2 miliar. Mengisi kekurangan di daerah lainnya yang tidak kebagian tentu akan dibantu melalui dana APBN yang pengelolaannya dibawa Balai Sungai Nusa Tenggara II yang bisa mencapai 100 embung per tahun.

Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang NTT, Ir. Andre Kore, MT, di Kupang, Selasa (20/3/2018) menjelaskan, terkait upaya mengatasi krisis air di NTT, Pemprov setiap tahun mengalokasikan anggaran di APBD untuk pembangunan embung. Pada tahun 2018 ini sudah diprogramkan pembangunan embung di 8 Kabupaten sebanyak 16 buah dengan biaya Rp 1,2 miliar per satu embung. Pemerintah punya keinginan membangun embung sebanyak mungkin tetapi terkendala anggaran yang terbatas. Untuk itu, pada tahun 2018 ini diharapkan 16 embung itu bisa selesai dikerjakan.Menurut Andre, tahun 2018 inipun pihaknya melakukan pekerjaan jalan provinsi dengan panjang 50 kilometer di setiap Kabupaten dengan biaya mencapai Rp.100 miliar.

BACA JUGA  JABATAN ADALAH AMANAH YANG HARUS DIJAGA

Pada kesempatan ini Andre juga menjelaskan soal  rakor yang digelar dinas yang dipimpinnya. Tujuannya, untuk mengevaluasi program termasuk fasilitasi dan sinkronisasi program di tahun 2017 apakah sudah dilaksanakan atau belum di tahun 2018 ini. Inipun sekaligus sebagai ajang sosialisasi pentingnya penatan tata ruang yang berbasis tata ruang. Pasalnya, dari hasil evaluasi yang dilakukan masih  cukup banyak deviasi yang tidak mengacu pada penataan ruang dan dari data dinas sekitar 40 persen.  Penyebabnya, rencana tata ruang wilayah provinsi tahun 2011 memang dikerjakan saat itu dalam waktu singkat sehingga tidak ada yang terakomodir sehingga diterapkan tahun ini agak kesulitan. ” Ini yang kita evaluasi untuk direvisi kembali. Tidak bisa dipungkiri ada kebutuhan masyarakat yang diusulkan melalui dewan yang kita lihat sebagai kebutuhan nyata tidak bisa terakomodir. Selama tujuh tahun berjalan dengan mengacu pada RTRW tahun 2011 banyak deviasi. Tidak relevan lagi makanya evaluasi penting agar direvisi ulang,” katanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *