Kedua, implementasi dari kebijakan restrukturisasi tersebut tidak diatur dengan jelas oleh pemerintah. Pengertiannya, tiap-tiap bank diberikan kelonggaran untuk menyusun kebijakan restrukturisasinya masing-masing. Pemerintah hanya memberikan garis besarnya saja. Perbedaan kebijakan seperti inilah kata Damanik yang dapat menimbulkan kebingungan dan keraguan di kalangan KUMKM sebagai debitur.
Ketiga papar dia, tak pungkiri pula bahwa masih terjadinya moral hazard di kalangan perbankan yang lebih memilih melakukan pelelangan atas aset debitur. Mengingan pada umumnya nilai aset debitur lebih tinggi dari pada nilai kredit. “Demikian moral hazard pun terjadi di kalangan debitur yang menunda pembayaran sambil menunggu keringanan pembayaran yang ditanggung pemerintah,” kata Damanik.
Poin selanjutnya, debitur KUMKM memiliki keterbatasan dan kendala dalam bernegosiasi dengan bank untuk menyelesaikan kredit. Untuk itu Damanik menegaskan dengan adanya FGD ini bertujuan mencari solusi bersama, terkait permasalahan yang banyak dialami oleh koperasi sebagai debitur perbankan/non perbankan dalam penyelesaian kreditnya. (S Wijaya).