SAWAHLUNTO, POROS NUSANTARA – Sumbar-Bertempat di Aula PT.Bukit Asam/BA, Pemko Sawahlunto gelar sosialisasi terkait permasalahan korupsi (14/12). Dalam kegiatan tersebut turut hadir selaku narasumber seperti Plt. Ketua Ombudsman RI Perwakilan Sumbar, Adel Wahidi maupun Koordinator Wilayah III Korsup Pencegahan KPK, Adlinsyah M.Nasution.
Dalam sambutannya, Walikota Sawahlunto, Ali Yusuf mengharapkan agar dengan dilakukannya sosialisasi ini, seluruh pemangku kebijakan dapat mengimplementasikannya dalam menjalankan tugas sesuai aturan sebagai abdi masyarakat. Ali Yusuf menambahkan bahwa Kota Sawahlunto dalam penilaian kepatuhan standar pelayanan publik mendapat rapor kuning yaitu nilai sebesar 74,6%.
Sedangkan dalam penilaian yang langsung dilakukan oleh Ombudsman RI tersebut terdapat beberapa variabel penilaian diantaranya standar pelayanan, maklumat pelayanan, sistem informasi, sarana dan prasarana, pelayanan khusus, pengelolaan pengaduan, penilaian kinerja, visi, misi, dan motto, serta atribut.
Sementara Plt Kepala Ombudsman RI perwakilan Sumbar, Adel Wahidi menjelaskan bahwa Ombudsman memiliki tugas menerima aduan masyarakat akibat adanya mal administrasi/gangguan pelayanan publik, melakukan pencegahan adanya permasalahan mal administrasi sekaligus melakukan penilaian pelayanan publik di daerah. “Dalam upaya meningkatkan pelayanan publik, tidak dapat dilakukan secara instan dan memerlukan tahapan yang membutuhkan waktu”, ungkapnya.
Pihaknya juga mengharapkan kedepannya agar Walikota Sawahlunto dapat memberi reward kepada OPD yang memperoleh angka penilaian kepatuhan pelayanan publik diatas 80%. Hal tersebut dilakukan sebagai pemacu peningkatan pelayanan di daerah.
Sedangkan, Koordinator Wilayah III Korsup Pencegahan KPK, Adlinsyah M.Nasution mengatakan bahwa KPK merupakan lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen.
Dalam kesempatan kali itu juga pihaknya menjelaskan sebelumnya di Prov. Bengkulu maupun Sumut dilakukan operasi tangkap tangan (OTT) terkait adanya pungutan liar. “Terjadinya OTT sendiri disebabkan mudahnya seseorang melakukan suap dalam bidang pengadaan barang dan jasa”, jelasnya.
Sementara beberapa titik rawan potensi korupsi di pemerintahan daerah diantaranya seperti pada saat proses perencanaan penganggaran yang mengakomodir kepentingan publik, adanya intervensi pihak luar, adanya bansos/hibah, alokasi yang fokus kepentingan publik, proses tidak transparan, terjadi mark up, terjadi spesifikasi yang beda, pelaksana yang tidak independen, masih banyak gratifikasi, pelayanan tidak proses PTSP, perizinan yang tidak transparan. Hal tersebut dapat terjadi di bidang kesehatan, pendapatan daerah, pendidikan, pekerjaan umum, disdukcapil, pertanahan, perhubungan, pengelolaan aset daerah, hingga pemberdayaan desa.
(Laporan : Risang/Yanto/Andi)