Menyinggung soal data statistik secara nasional, tutur Lebu Raya, “pasti keluaran (output) sesuai dengan masukan (input) yang diperoleh Sebab, dalam prosesnya ada input, proses (konversi) dan output, yang jadi pertanyaan adalah, seberapa besarkah input yang diberikan kepada daerah in? Konkritnya lanjut Gubernur, input yang diberikan berbeda, sehingga output-pun pasti berbeda dengan daerah lain,” kondisi memang sudah demikian dan kita tidak boleh putus asa, kita harus terus menyemangati diri termasuk seluruh masyarakat NTT untuk menbangun, kita harus punya cita-cita dan mimpi besar untuk membangun NTT.” ajak Lebu Raya.
Melalui Coffee Morning yang diprakarsai Biro Humas NTT itu, muncul pertanyaan dari salah seorang Wartawan, Media Indonesia, Polce Amalo, kepada Gubernur Lebu Raya, terkait capaian Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) tahun 2016, yaitu bagaimana tanggapan Gubernur NTT sebagai salah satu dari 10 provinsi di Indonesia yang menerima penghargaan Indeks Demokrasi Indonesia.
Menurut Lebu Raya, “terdapat banyak kriteria, apakah dalam satu wilayah Indeks Demokrasi Indonesia terkategori baik atau tidak, secara objektif semua orang boleh berbicara dan pemerintah juga transparan, terutama terkait berbagai informasi tentang semua hal yang dilakukan di NTT. Masyarakat diberikan kesempatan mengomentari, memberikan pendapat tentang semua kebijakan dan hal yang dilakukan pemerintah“, jawabnya.
Gubernur mengakui, memang ada tantangan bagaimana orang bisa bebas berbicara, sementara masyarakat lagi fokus memberikan dukungan bagi optimalisasi pembangunan di daerah. “Bagi saya demokrasi bukan yang kita tuju, Tapi demokrasi adalah sarana atau alat untuk mencapai tujuan.” Ungkapnya.
( Laporan : Erni Amperawati )