KARAWANG, POROS NUSANTARA – Sidang gugatan korban salah tangkap yang menggugat kepolisian Polres Karawang dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Karawang, digelar kembali di Pengadilan Negeri (PN) Karawang, Kamis (26/10).
Proses sidang kelanjutan perkara gugatan 8 korban salah tangkap pada tahun 2015 lalu, persidangan kali ini mendengarkan tiga keterangan dari sejumlah saksi yang akan dihadirkan oleh tergugat dihadapan majelis hakim PN Karawang.
Dikatakan dari tiga orang saksi yang di hadirkan oleh pihak kepolisian bahwa dalam menangani kasus pembunuhan Sahrul Boediman ini sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) dan penetapan tersangkapun sesuai SOP “dalam menangani perkara pembunuhanSahrul Boediman sesuai dengan prosedur dan tidak ada penganiayaan terhadap tersangka” ujar saksi yang dihadirkan oleh Kepolisian.
Sedangkan mengenai adanya dugaan penganiayaan yang diduga dilakukan oleh oknum anggota yang dialami oleh korban salah tangkap, para saksi ini menjelaskan kepada majelis hakim tidak tahu “sepengetahuan saya, kondisi fisik tersangka pada saat itu tidak mengalami penganiayaan dikarenakan saat di bawa ke Polsek Klari dan saat diBAP kondisi fisiknya sehat dan tidak ada perubahan” ujar saksi ketiga kepada majelis hakim.
Namun hal ini berbeda pada saat sidang pada tanggal 19 Oktober 2017 dikatakan Aning (48), salah seorang ayah dari salah satu korban salah tangkap yang dijadikan sebagai saksi dalam gugatan tersebut, menyebutkan bahwa proses penangkapan yang dilakukan oleh Unit Reskrim Polsek Klari pada tahun 2015 dengan tuduhan telah melakukan pembunuhan terhadap Sahrul Boediman oleh ke 8 korban salah tangkap itu, dimintai sejumlah uang oleh orang yang mengaku sebagai penyidik dari Polsek Klari.
“Ada orang yang datang ke rumah kami dan meminta sejumlah uang hingga puluhan juta rupiah untuk membebaskan anak saya dari jeratan hukum yang dituduhkan ke anak saya sebagai pelaku pembunuhan temannya,” tutur Aning ayah Atma Wijaya dalam memberikan keterangannya sebagai saksi di hadapan majelis hakim PN Karawang.
Selain itu, Aning juga membeberkan bahwa kejadian tersebut, merupakan sebuah kejanggalan yang dilakukan oleh Unit Reskrim Polsek Klari dalam memproses ke 8 korban salah tangkap itu.
“Mulai dari penangkapan sampai di introgasi untuk berita acara penyidikan (BAP) oleh penyidik, itu sudah sangat janggal, anak saya dan ke 7 teman lainnya dipaksa untuk mengakui perbuatan telah melakukan pembunuhan terhadap Sahrul Boediman. Proses diintrogasi juga dilakukan penganiayaan oleh penyidiknya,” katanya.
Bahkan, lanjut Aning, anaknya (Atma Wijaya, red) yang ditahan sebelumnya di Mapolsek Klari hingga dilimpahkan ke Rutan Polres Karawang, sering mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari oknum anggota polisi yang sering menyiksanya.
“Pada saat saya besuk anak saya, kondisi fisik anak saya menurun, di tubuhnya banyak luka lebam karena dianiaya sama polisi yang menyiksa anak saya,” ujarnya.
Laporan: Dmn Hr