3). Kami berpandangan bahwa proses pembangunan desa yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten nyata-nyata tidak berjalan secara vertikal birokrasi pemerintahan, sehingga pada ujungnya mempersulit Desa beserta Aparatnya dalam pelaksanaannya Hal ini tercermin dalam berbagai peraturan di bawah UU Desa yang tidak harmonis, bahkan saling bertabrakan antara satu dengan yang lain.
4). Kami berpandangan bahwa seiring dengan kehidupan politik yang belum baik-baik saja, kami meminta agar pelaksanaan UU Desa tidak menjadi pintu masuk bagi politisasi desa, apalagi menjelang tahun politik 2024.
5). Kami berpandangan bahwa program-program yang hadir dan mengalir dari Pemerintah Pusat tidak saja mendistorsi asas subsidiaritas, tetapi juga berbagai program yang didasarkan pada surat edaran Menteri merupakan program yang secara performance dan tanggung jawab bukan merupakan program Kementerian Desa PDTT. Dalam hal ini bisa dilihat, misalnya SDG’s dan Stunting yang layak disamakan dengan stuntman dalam sebuah film.
6). Kami berpandangan bahwa perlu adanya Penetapan Hari Desa Nasional sebagai bentuk apresiasi terhadap desa. Olehnya itu, kami memohon kesediaan Bapak Presiden Joko Widodo mengeluarkan Keputusan Presiden untuk mentapkan dan mengesahkan hari lahirnya UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa sebagai Hari Desa Nasional yang jatuh pada tanggal 15 Januari setiap tahunnya.
g. Kami sangat berharap, hasil evaluasi terhadap pelaksanaan UU No. 6 Tahun 2014 dapat ditindak lanjuti secara bersama-sama oleh Pemerintah Pusat dan stakeholders lainnya. Sehingga, Desa bukan lagi menjadi objek pembangunan atau hanya menjadi program Kementerian, tetapi menjadi subjek dan pelaku utama pembangunan.