KEFAMENANU, POROS NUSANTARA – Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Provinsi NTT melalui Dinas Pariwisata setempat, dalam agenda akan menjadikan kawasan Wini juga kawasan wisata Tanjung Bastian menjadi kawasan wisata perbatasan antar negara. Diharapkan dalam waktu dekat ditetapkan sebagai kawasan strategis pariwisata kabupaten (KSPK) dengan dasar pemikiran, Wini sebagai wilayah perbatasan dan juga kawasan ekonomi perbatasan.Potensi di dua kawasan ini sangat besar namun belum dioptimalkan.
Sekretaris Dinas Pariwisata Kabupaten TTU, Yohanes Sanak, kepada Poros Nusantara di Kefamenanu, Sabtu (23/9/2017) menuturkan, potensi di Wini cukup besar dimana setiap tahun warga yang melintas sekitar 5.000-6.000 orang yang menggunakan dokumen paspor dan tidak kurang dari 500 perminggu warga melintas menggunakan pas lintas batas (PLB) belum terhitung warga lainnya seperti dari TTU, Belu, Malaka dan darimana-mana terutama pada hari Sabtu dan Minggu. Karena potensi inilah maka pemerintah perkuat kawasan Wini ini dalam satu paket yakni PLB dan Tanjung Bastian. “Untuk kawasan wisata Tanjung Bastian itu dulunya kita kelola dengan bagus. Lalu ada tawaran dari investor untuk kelola yang kita sebut sebagai privatisasi. Sudah oke, saat mau kelola ternyata tanah itu masuk dalam kawasan hutan lindung. Makanya untuk disewakan kepada swasta agak sulit karena kita sudah pinjam pakai dari pemerintah lalu pinjamkan lagi bisa salah. Pasal atau ayat yang mengatur ini memang belum ada jadi bisa salah. Kita masih cari-cari semoga bisa,” jelasnya.
Menurutnya, karena pemindahan kawasan itu kepada swasta belum terlaksana maka sementara ini pengembangan terbatas karena kawasan hutan. Investornya sangat serius karena sudah menemui Bupati, dan mau kelola, tetapi daerah belum siap makanya belum terealisasi. Padahal, tawaran investasi mencapai miliaran rupiah. Langkah yang dilakukan sebagai alternatif, kata Sanak, proses tukar guling supaya pemda bisa serahkan ke investor dan kawasan hutan itu pemerintah fasilitasi menemui Kementrian Kehutanan untuk pinjam pakai. “Kalau kita lihat kondisi lapangan memang tidak terurus karena alasan ini. Kita mau investor kelola tapi karena persoalan ini maka tetap saja tidak bisa. Mereka sudah punya master plan. Untuk sementara kita gunakan kawasan Tanjung Bastian untuk kawasan pacuan kuda dan beberapa kawasan belum dioptimalkan. Kita mau serahkan kepada swasta tapi harus mencaritahu regulasi yang pas dulu,” kata Sanak. Menurutnya, di TTU juga ada potensi kawasan wisata yang juga menarik deretan perbukitan Manufunuk. Kawasan ini lumayan eksotik terbukti ada wisatawan yang datang sangat terpukau dengan pemandangan yang ada diibaratkan seperti di Texas, Amerika Serikat.
Para wisatawan menyebutnya sebagai Little Texasnya Indonesia dan setiap tamu yang datang maka akan dihantar menikmati kawasan ini. Untuk itu, kedepan kawasan-kawasan potensial yang ada akan dikembangkan lebih bagus lagi. Untuk Pemda memang agak berat tetapi tugas pemerintah memfasilitasi mencari investor yang bisa mengembangkan kawasan yang ada itu. Ditanya soal penyebutan nama Tanjung Bastian, Sanak menceritrakan bahwa dulu ada seorang warga berkebangsaan Portugal bernama Adolf Bastian. Ketika pertama kali datang ke Timor untuk menyebarkan agama Katholik, bermukim di kawasan ini dengan mendirikan satu seminari di Oesokon namanya Sumnali. Selanjutnya Adolf Bastian dalam karyanya sampai meninggal di kawasan ini sehingga disebutlah Tanjung Bastian.
“Memang kita punya rencana untuk menata Tanjung Bastian dengan baik. Pembangunan non fisik tetap jalan. Kendalanya memang kita masih pinjam pakai karena kawasan hutan juga kendala dana. Saya tidak suka untuk tata tidak tanggung-tanggung. Kalau kita mau tata dengan anggaran Rp 1 miliar dikasih Rp 100 juta. Makanya dipakai untuk pemeliharaan misalnya air, listrik, kayu arena pacuan rusak kita ganti karena anggaran terbatas. Tapi diluar itu segera proses investasi karena investor serius mau bangun dengan cara tukar guling atau kita fasilitasi investor dengan kementrian kehutanan. Yang kita pikirkan bukan berapa rupiah masuk PAD tetapi berapa sirkulasi uang berputar di TTU. Bisa menekan angka pengangguran. Anak lokal di Wini dan sekitarnya akan direkrut sebagai tenaga kerja, cleaning servis atau satpam. Kalau kita pemda harus kelola memang duit kurang. Kita akan berusaha tetap jadi dan saya yakin kalau kita serius maka kawasan wisata Wini dan Tanjung Bastian akan menjadi kawasan alternatif yang ramai dikunjungi. Kita akan promosikan seluas-luasnya kepada siapapun,” tambahnya.
(Laporan : Erni Amperawati)