Porosnusantara, Jakarta – Pimpinan LPSK diwakili Wakil Ketua LPSK Achmadi dan Edwin Partogi Pasaribu menggelar konferensi pers terkait hari anti korupsi di ruang media center kantor LPSK jalan raya bogor km 24,cijantung , jakarta timur ( 9/12/2019)
Wakil Ketua Lpsk Achmadi memaparkan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) lahir sebagai salah satu ikhitar negara melalui arah kebijakan dalam percepatan dan efektivitas pemberantasan, pencegahan korupsi, kolusi dan nepotisme seperti yang tertuang dalam TAP MPR VIII Tahun 2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Hal ini diwujudkan dengan membentuk UU Perlindungan Saksi dan Korban. LPSK dalam kerangka pemberantasan korupsi dan kejahatan transnasional yang holistik harus dilihat sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari aparat penegak hukum yang bersinergi untuk tujuan Indonesia bebas korupsi.
Salah satu bentuk langkah dukungan dalam penegakan hukum melalui UU Perlindungan Saksi dan Korban adalah aturan terkait dengan saksi dan pelaku. Sejak tahun 2006 saksi pelaku ( justice collaborator) ini telah diatur sebagai istilah baru di Indonesia melalui UU No. 13 Tahun 2006 Jo UU No 31 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Sedangkan, definisi Saksi Pelaku adalah tersangka, terdakwa atau terpidana yang bekerjasama dengan penegak hukum untuk mengungkap suatu tindak pidana dalam kasus yang sama.
Peran saksi pelaku pada pengungkapan tindak pidana korupsi tidak saja bertujuan agar saksi pelaku ini mendapatkan hak-haknya seperti pengurangan hukuman, pemisahan berkas dan pemberian penghargaan, namun juga menjadi sarana pengembalian aset negara yang telah diambil dengan cara lancung. Dengan demikian pengaturan terkait saksi pelaku yang memenuhi syarat untuk diberikan perlindungan tidak hanya menguntungkan dari segi pengungkapan perkara namun juga mampu mengembalikan kerugian negara yang ditimbulkan.