KUPANG, POROS NUSANTARA – Perdagangan Orang masih berlangsung dan angkanya cukup signifikan, Perempuan dan anak perempuan masih tetap menjadi kelompok rentan mengalami Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Perdagangan orang melalui TKI dengan iming-iming gaji yang besar, janji untuk dinikahi lalu dipekerjakan karena faktor sosiologis yaitu kemiskinan dan ini menjadi sumber virus TPPO,” ujar Prof. Dr. Dominikus Rato,SH. MH pada kegiatan Pelatihan Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) bagi Aparat Penegak Hukum (APH) oleh Kementrian Pemberdayaan dan Perlindungan Anak RI dengan Dinas PP dan PA Provinsi NTT yang berlangsung sejak Jumat(6-9 Oktober 2017) di Neo Aston Kupang.
Pelatihan TPPO ini diikuti oleh 10 propinsi di Indonesia dengan total peserta 180 orang Aparat Penegak Hukum dan Institusi terkait lainnya. Tujuan diselenggarakannya pelatihan ini agar TPPO dapat diminimalisir dengan meningkatkan pengetahuan dan keahlian bagi Aparat Penegak Hukum (APH) dan institusi terkait lainnya. Perbuatan yang dikategorikan sebagai tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yaitu: proses, cara, tujuan. Proses mulai dari perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan. Cara mencakup unsur-unsur kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan penjeratan utang.
Tujuan adalah eksploitasi yang bermakna tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang meliputi perbudakan, pelacuran, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan baik materiil maupun imateriil. Menurut Deputi Bidang Koordinasi PPA Kemenko PMK, Dr. Sujatmiko, MA bahwa ” TPPO adalah tindak pidana luar biasa dan kejahatan HAM yang merusak masa depan bangsa dan negara karena perempuan dan anak adalah aset bangsa. Jumlah TPPO belum menunjukkan angka yang signifikan bahkan Indonesia menjadi Negara tujuan, tempat transit para TKI dan penerima tujuan kejahatan trafficking dengan area terbesar adalah Jabar, Sumut, Kalbar, NTB, Jatim,Jateng dan NTT. Setiap tahun TKI selalu meningkat, gugus tugas masih belum aktif,” jelasnya.
Oleh karena itu pelatihan ini dianggap sangat penting untuk mencari langkah-langkah penanganan penegakan hukum baik terhadap pelaku atau korban TPPO dengan mengacu pada undang-undang no 21 tahun 2007 tentang pemberantasan TPPO. Masing-masing APH mempunyai peran dalam terlaksananya amanat UU TPPO. Penyidik maupun penuntut umum memiliki peran sangat penting dalam pengajuan bukti untuk menunjang hak korban untuk mendapatkan restitusi dari pelaku TPPO.
(Laporan : Merry)