WINSTON SESALKAN PENARIKAN 11 GURU ASN DI SBD

KUPANG, POROS NUSANTARA – Ketua Umum Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Provinsi NTT, Winston Rondo menyesalkan kebijakan pemerintah Provinsi NTT melalui UPT Dinas Pendidikan wilayah X yang menarik 11 guru ASN yang selama ini mengajar di SMA St. Alfonsus Weetebula, Sumba Barat Daya (SBD). Dampak dari penarikan 11 guru yang salah satunya kepala sekolah, sangat merugikan para siswa dimana kegiatan belajar mengajar (KBM) berjalan tersendat-sendat. Untuk itu, BMPS meminta Gubernur NTT secara arif menyikapi persoalan ini dan diharapkan bisa mengembalikan 11 guru ASN tersebut ke sekolah bersangkutan.

Winston Rondo kepada wartawan di Kupang, Jumat (15/9/2017) menjelaskan, pihaknya mendapat surat pengaduan dari Dewan Pengurus Yayasan Pendidikan Nusa Cendana (Yapnusda), Romo Marcel P Lamunde, PR, yang menyatakan bahwa ada 11 guru ASN yang selama ini mengabdi di lembaganya kini ditarik oleh UPT Pendidikan Wilayah X guna ditempatkan pada SMA/SMK negeri yang ada di SBD. Informasi yang diperoleh bahwa penarikan ini berdasarkan pada surat Keputusan Sekda NTT dan ini

menunjukan bahwa pemerintah menciptakan jarak antara sekolah negeri dan swasta.

Penarikan 11 guru ASN ini berdampak cukup serius pada KBM di lembaga ini apalagi para guru tersebut merupakan guru senior yang sudah lama mengabdi, sementara penarikan itu tanpa diketahui oleh pihak yayasan.

winston“Kami menduga kalau benar penarikan ini karena ada surat dari Sekda NTT maka ini sangat disayangkan. Kami menduga ada upaya penarikan massal para guru ASN yang ada di sekolah-sekolah swasta bukan saja terjadi di SBD tetapi menyeluruh di NTT. Ini sangat bertentangan dengan kebijakan gubernur NTT yang sangat peduli dengan sekolah swasta dengan mempertahankan guru ASN tetap mengajar di sekolah swasta. Saya melihatnya ini tidak diketahui gubernur dan bisa menciptakan keresahan di masyarakat. Untuk itu, kami harapkan gubernur bisa turun tangan agar 11 guru ASN itu dikembalikan ke SMA St. Alfonsus. Kalaupun ada sekolah swasta lainnya juga mengalami hal yang sama maka kami minta dikembalikan,” pinta Winston.

Menurut Winston, jika ada persoalan di lapangan, maka kuncinya pada komunikasi bersama. Pihaknya menilai pemerintah menciptakan diskriminasi antara sekolah negeri dan swasta, padahal selama ini peran sekolah swasta cukup besar dalam mendidik generasi daerah ini. BMPS menilai tidak ada konsistensi antara perkatan dan perbuatan oleh pemerintah NTT. Pasalnya, pada dialog bersama antara BMPS dan DPRD NTT beberapa waktu lalu, pemerintah melalui Plt Dinas Dikbud NTT telah menyatakan bahwa tidak ada dikotomi antara sekolah swasta dan negeri, tetapi dalam kenyataan guru ASN yang sudah lama mengabdi di sekolah swasta justru ditarik seluruhnya. Hal ini menunjukan pemerintah memilah-milah layaknya anak kandung dan anak tiri dan ini tidak boleh terjadi di lembaga pendidikan di NTT.

“Kita akan inventarisir apakah kasus ini hanya terjadi di SBD atau masih ada lagi sekolah lainnya. Kalau semua sekolah swasta di NTT maka ini sangat disayangkan. Kami minta kalau ada sekolah yang mengalami hal yang sama maka silahkan berkomunikasi dengan BMPS dan kita akan perjuangkan untuk tidak boleh ada dikotomi,” tegas anggota DPRD NTT dari Demokrat ini.

(Laporan : Erni Amperawati)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *