BRWA Exhibition 2025: Mengabadikan Jejak dan Menggerakkan Aksi dalam Perlindungan Masyarakat Adat

JAKARTA,– Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) sukses menggelar acara BRWA Exhibition 2025 dengan tema “Mengabadikan Jejak, Menggerakkan Aksi” yang berlangsung di Auditorium RRI Jakarta pada Senin, 17 Maret 2025. Acara ini dihadiri oleh berbagai kalangan, mulai dari pimpinan kementerian dan lembaga, wartawan media, hingga mahasiswa/i dari Universitas Indonesia (UI). Kegiatan ini menjadi momen penting dalam memperjuangkan pengakuan dan perlindungan terhadap masyarakat adat di Indonesia.

 

Sebuah Langkah Besar dalam Pengakuan Wilayah Adat

BACA JUGA  Indonesia Fashion Parade 2022 Sebagai Wadah Para Desainer

Kegiatan ini dibuka dengan laporan Ketua Panitia, Arya Dwi Cahya, yang menyampaikan bahwa acara tersebut bertujuan untuk menggerakkan masyarakat agar lebih memahami dan mendalami isu terkait masyarakat adat. “Kami berharap publik bisa lebih mengenal dan menghargai eksistensi masyarakat adat serta memperkuat kesadaran tentang pentingnya pengakuan dan perlindungan wilayah adat,” ujarnya.

 

Pada kesempatan tersebut, Arya juga menegaskan bahwa acara ini tidak hanya sebatas perayaan, tetapi juga sebagai panggilan untuk pemerintah agar menggunakan data yang telah mereka kumpulkan untuk pembentukan kebijakan yang lebih pro terhadap masyarakat adat. “Kami melaksanakan kegiatan ini sebagai bagian dari kebangkitan masyarakat adat, dengan harapan bahwa data yang kami rilis bisa digunakan untuk mendorong kebijakan yang lebih baik bagi mereka,” tambahnya.

BACA JUGA  Pihak Keluarga Korban Minta Usut Tuntas Kematian Remaja 18 Warga Desa Sukawangi

 

Perjalanan Panjang BRWA dalam Pemetaan Wilayah Adat

Sambutan penuh makna juga disampaikan oleh Ketua Dewan Pembina BRWA, Rukka Sombolinggi. Dalam pidatonya, Rukka menyoroti perjalanan panjang BRWA dalam memetakan wilayah adat di Indonesia. Menurutnya, pemetaan wilayah adat ini merupakan langkah pertama yang sangat penting, mengingat sebelumnya masyarakat adat tidak diakui eksistensinya di peta negara. “Pada tahun 2012, kami menyerahkan peta wilayah adat kepada pemerintah, yang akhirnya menjadi tonggak sejarah. Untuk pertama kalinya, peta wilayah adat diakui dan dimasukkan dalam One Map Indonesia,” ungkap Rukka.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *