Seminar Nasional ” Demokrasi Indonesia Setelah Dua Dekade Reformasi “

  • Bagikan

Jakarta, Poros Nusantara –  Rabu, 13 November 2019 The Habibie Center menggelar seminar nasional  “Demokrasi Indonesia Setelah Dua Dekade Reformasi ” di Hotel Le Meridien, Jakarta. Seminar nasional ini dibuka dengan pidato kunci oleh Arief P Moekiyat (Deputi VI Bidang Koordinasi Kesatuan Bangsa Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan) dan menghadlrkan empat pembicara, yaitu Prof. Dr. Hamdan Zoelva, M.H (Ketua Mahkamah Konstitusi 2013-2015), Drs. Wariki Sutikno, MCP (Direktur Politik dan Komunikasi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia), Prof. Dr. Valina Singlka Subekti, M.Sl (Guru Besar ||mu Politik FISIP Universitas lndonesia), dan Dr. Abdul Malik Glsmar (Dosen Paramadina Graduate School), serta dimoderasi oleh M. Hasan Ansori Ph.D (Direktur Program dan Riset The Habibie Center).

Seminar nasional ini bertujuan untuk mendiskusikan dan mengkritisi: (1) Bagaimana perjalanan demokrasi Indonesia selama dua dekade reformasi dari perspektif politik hukum dan ketatanegaraan dan (2) Setelah dua dekade reformasi, sejauh apa pelaksanaan demokrasi di Indonesia mampu menghadirkan pemerintahan yang baik dan bersih (good and clean governance) serta menjamin persamaan hak bagi setiap warga negara sebagaimana cita-cita dan mimpi besar Bacharuddin Jusuf Habibie. Sudah dua dekade bangsa Indonesia memiIih demokrasi sebagai jalan kehidupan berbangsa dan bernegara. Pada Mei 1998, kekecewaan publik terhadap Orde Baru mencapai titik puncak. Hampir setiap unsur di masyarakat mulai dari mahasiswa, akademisi. aktivis, kaum buruh hingga pers memiIih untuk turun ke jalan. Kepercayaan publik juga semakin melemah ketika terjadi krisis moneter di akhir tahun 1997. Krisis moneter tersebut bergulir begitu cepat menjadi krisis ekonomi, krisis sosial, dan krisis pohtik sehingga menjadi krisis multidimensi. Krisis semakin akut karena tidak Iagi dapat dikendalikan dengan baik oleh pemerintah saat itu hingga mulai muncul tuntutan reformasi di berbagai daerah di Indonesia menjelang penengahan tahun 1998.

Kacaunya kondisi ekonomi, sosial, dan politik tersebut menjadi warisan yang harus diterima oleh Bacharuddin Jusuf (81) Habibie ketika dilantik menjadi presiden ketiga Republik Indonesia pada 21 Mei 1998 menggantikan Presiden Soeharto yang mengundurkan diri setelah berkuasa selama 32 tahun.. Di era pemerintahan yang terhitung singkat (21 Mei 1998 20 Oktober 1999), BJ Habibie dinilai berhasil memberikan landasan kokoh bagi bangsa Indonesia, terutama dalam pembangunan demokrasi dan kebebasan politik. Di antara poin-poin penting reformasi politik Habibie yang melahlrkan demokrasi Indonesia untuk menggantikan sistem otoritarian pada masa Orde Baru mencakup partai politik, pemilihan umum, reformasi legislatlf. otonomi daerah, reformasi Tentara Nasional Indonesia, dan kebebasan pers.

Pemilihan presiden 2019 telah menandai dua dekade pelaksanaan demokrasi Indonesia. Kini setelah dua dekade reformasi tersebut berjalan, terdapat sejumlah kegelisahan dan pertanyaan mendasar mengenai perjalanan kehldupan berbangsa dan bernegara. Antara lain bagaimana kondisi kehidupan demokrasi kita saat ini?  Apakah pilihan terhadap demokrasi sebagai jalan kehidupan berbangsa dan bernegara telah mampu menghadirkan pemerintahan yang baik dan bersih (good and clean governance) serta menjamin persamaan hak bagi setiap warga negara. Dalam berbagai forum akademik seperti diskusi publik, seminarl dan konferensi sering muncul kritik dan kekhawatiran terhadap kemunduran demokrasi di Indonesia. Dewasa ini Indonesia menghadapi tantangan besar yang tidak hanya berkaitan dengan kualitas demokrasi, tetapi juga eksistensi demokrasi Indonesia di masa mendatang. Untuk membahas lebih jauh hal tersebut, The Habibie Center mengundang Anda untuk hadir dalam seminar nasionl “Demokrasi Indonesia Setelah Dua Dekade Reformasl”.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *