Bulan Juli, Harga Kopi Sentuh Level Tertinggi Sepanjang 2019

  • Bagikan

Porosnusantara.co.id – Harga kopi dunia menembus level tertingginya pada bulan lalu, sebesar US$103,01 per pon. Level tertinggi sejak November 2018 yang saat itu mencapai US$109,59 per pon.

Organisasi Kopi Internasional (International Coffee Organizaton/ICO) dalam laporan Juli 2019 mencatat, harga rata-rata indikator komposit bulanan ICO tumbuh 3% menjadi US$103,01 sen atau sekitar Rp14.651 per pon pada Juli tahun ini, dibandingkan dengan Juni.

Capaian tersebut menandai pertama kalinya rata-rata harga kopi lebih dari US$100 sen per pon, sejak Februari 2019 ketika harga rata-rata mencapai US$100,67 per pon.

Sepanjang bulan lalu, harga kopi menembus level tertingginya pada 4 Juli senilai US$107,87 per pon. Tetapi jatuh menjadi US$98,57 per pon pada akhir bulan.

Sementara itu, rata-rata harga kopi untuk grup Arabika tumbuh pada Juli 2019. Harga untuk Brazilian Natural mencapai US$105,43 per pon, atau 4,7% lebih tinggi dari Juni 2019. Kemudian Other Milds meningkat 4,4% menjadi US$135,47 per pon. Sementara itu, Colombia Milds tumbuh 3,1% menjadi US$137,63 per pon.

Berbeda dengan harga indikator kelompok Arabika, harga kopi Robusta turun 0,1% menjadi US$73,93 per pon, atau 13,3% lebih rendah dari awal tahun.

Jika diamati, kenaikan harga bahan baku minuman tersebut saat itu dipengaruhi oleh spekulasi gangguan cuaca di Brasil, produsen kopi terbesar di dunia.

Ketika itu pasar muncul kekhawatiran cuaca dingin mencapai level tertingginya di wilayah Brasil selatan dan tengah. Wilayah penghasil kopi Negeri Samba.

Ternyata, perkiraan tersebut hanya sentimen sesaat. Berhubung secara fundamental produksi kopi dunia akan surplus pada tahun ini, maka elepas sentimen cuaca, harga kopi pun berangsur-angsur turun.

Dalam laporan ICO terbaru pun disebutkan, meski konsumsi kopi dunia diperkirakan 2,1% lebih tinggi pada 2018/2019 mencapai 164,84 juta kantong (satu kantong kopi setara dengan 60 kilogram atau sekitar 130 pon), dibandingkan dengan priode sebelumnya. Akan tetapi produksi global diperkirakan mencapai 168,77 juta kantong, sehingga terdapat surplus 3,92 juta kantong. (Red)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *