Anastasia Wirastari Foe : Andalkan Firman Tuhan

  • Bagikan

Kupang, Poros Nusantara – SEDERHANA, rendah hati, sedikit humoris dan tidak irit bicara, itulah kesan yang tergambar dari penampilan wanita paruh baya yang punya nama lengkap, Anastasia Wirastari Foe. Prinsip hidupnya untuk melayani dan berbuat kebaikan untuk sesama. Berpedoman pada firman Tuhan dalam keseharian hidupnya, menjadikan sosok ini tetap enjoy walaupun saat ini usianya sudah mencapai 61 tahun. Baginya, berbuat untuk orang lain sukses merupakan kebahagian bathin karena apalah artinya berkelimpahan harta duniawi kalau tidak berbagi dengan sesama di sekitar kita.

Anastasia yang akrab disapa Ibu Ani ketika ditemui di ruang kerjanya, Senin (23/7/2018) sangat bersahaja dan murah senyum. Kepribadiannya sangat low profile. Dirinya menceritakan bagaimana ditengah kesibukan mengurus Yayasan yang bergerak dalam bidang pendidikan, tapi tetap memperhatikan keluarga. Sesibuk apapun keluarga menjadi prioritas terutama mendukung karier suami serta mendidik anaknya agar kelak menjadi manusia yang berguna bagi pribadi si anak juga bangsa dan daerah.

Istri dari Senator DPD RI dari Dapil NTT, Ir. Abraham Paul Liyanto  ini menceritakan soal bagaimana kesehariannya bersama keluarga. Sebagai istri yang baik tentu wajib hukumnya mendukung suami agar sukses dalam karier. Dukungannya tidak musti tampil terang – terangan tapi berada di belakang dengan terus berdoa agar selalu aman dan nyaman dalam berkarya untuk melayani banyak orang.” Saya orangnya tidak suka tampil didepan. Saya memilih berada di belakang mendukung suami dan anak – anak. Sebagai istri tentu mengharapkan suami sukses dalam karier. Begitupun untuk anak, saya didik dalam kesederhanaan. Saya contohkan soal uang jajan  mereka saya berikan pas – pasan Rp. 10.000 walaupun kita ada uang. Pola inilah yang saya tanamkan buat anak – anak sehingga walaupun mereka ada tabungan sendiri tapi ketika mau belanja mereka konsultasi dulu “,  tutur Ibunda dari Yesi dan Hansel ini.

Wanita alumnus Universitas Atma Jaya Yogyakarta ini menuturkan, dalam melaksanakan kegiatan apapun tetap mengandalkan kekuatan doa. Firman Tuhan selalu menjadi andalan karena dirinya menyadari setiap berkat dan karunia yang diterima berasal dari Tuhan. Kebiasaan ini disampaikan pada anak – anaknya termasuk pada para pembantu juga staf pengajar pada lembaga pendidikan dibawa Yayasan.

” Saya selalu sampaikan supaya awali hari dengan mendalami firman Tuhan. Setiap berkat yang kita terima harus kita syukuri. Prinsipnya, saya berbuat baik untuk banyak orang itu lebih baik. Anak – anak saya jauh juga suami sering keluar daerah, para pekerja di sini saya anggap keluarga. Kami makan bersama – sama. Kalau ada yang punya prestasi saya berikan bingkisan. Harta yang ada tidak kekal tapi kebaikan akan dikenang sepanjang masa,” urai wanita kelahiran Kupang, 18 Januari 1957 ini.

Menyinggung soal komunikasi dengan keluarga, Ibu Ani yang punya hobi traveling ini mengakui terbantu dengan adanya handphone. Walaupun jauh dengan keluarga tetapi komunikasi tetap rutin dilakukan. Saling berbagi cerita selalu dikomunikasikan sehingga tidak terkesan ada jarak diantara anggota keluarga. ” Moto hidup saya ” hidup untuk melayani “. Saya layani dengan baik, berkomunikasi dengan baik kepada siapapun. Walaupun lembaga yang ada kami yang bangun tapi pola yang kami terapkan mengedepankan semangat kebersamaan, kekeluargaan. Saya ingin berbuat untuk masa depan generasi NTT umumnya dan Kota Kupang khususnya “, jelas Ibu Ani.

Tentang pandangannya soal tingkat kenakalan anak dan remaja saat ini, dirinya sangat prihatin. Kondisi ini karena tingkat perhatian yang kurang dari para orangtua. Anak memang diberi ruang untuk belajar di sekolah dan guru berkewajiban mengajar dan mendidik tetapi waktu sangat terbatas. Peran orangtualah yang membimbing dan mengajarkan soal kebaikan dan etika dalam bergaul.

Soal perkawinan dini, Ibu Ani menyarankan agar tidak boleh terjadi. Hal ini karena dari segi mental dan persiapan diri belum matang. Dirinya menganjurkan agar usia pernikahan diatas 25 tahun sehingga betul-betul siap dari segi mental dan spiritual. Ibu Ani pada bagian akhir mengharapkan agar remaja dan anak-anak di NTT harus menjauhi hal-hal negatif seperti narkoba serta tidak boleh menikah dalam usia yang relatif muda karena dampaknya pada kehidupan keluarganya tidak akan berjalan aman dan langgeng.

 

( Laporan : Erni Amperawati )

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *