PEMDA TTS Masukan Budaya Di Kurikulum Muatan Lokal

  • Bagikan

Kupang, Poros Nusantara – Pemerintah Daerah (Pemda) Timor Tengah Selatan (TTS) melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan setempat, sangat peduli terhadap seni budaya yang beraneka ragam di TTS.

Pemda sepakat terus mengembangkan dan melestarikan seni budaya dengan memasukannya sebagai bahan ajar pada kurikulum muatan lokal di lembaga SD – SMP. Dengan begitu, aset budaya di TTS Tidak punah dan hilang ditelan waktu  tetapi dipelajari dari generasi ke generasi.

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan TTS, Drs. Seperius Edison Sipa, M.Si menyampaikan hal ini kepada wartawan di Kupang, Jumat (23/3/2018). Seperius menjelaskan “ dirinya sepakat dengan gagasan dari Kepala Dinas Kebudayaan NTT soal pengembangan nilai budaya di daerah. Khusus di TTS ada tiga swapraja yang mempertahankan tradisi budayanya yakni, Kerajaan Amanuban, Molo dan Amanatun. Tentunya swapraja ini dengan tradisi masing – masing menerapkannya dalam kehidupan sehari – hari bagi warganya.  Untuk mewarisi budaya di TTS, satu hal yang dilakukan khusus aneka ragam budaya baik kesenian, menenun, tarian tradisional maka pihaknya selalu melakukan festival yang disebut festival Atoin Meto. Festival ini dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran anak – anak usia sekolah soal pentingnya melestarikan nilai budaya. Pihaknya juga mensosialisasikan ke masyarakat di desa – desa untuk melestarikan nilai budaya dan mengikut sertakan di kegiatan festival budaya dengan menampilkan budaya lokal yang ada di TTS”.

“Ada tarian tradisional libatkan kelompok masyarakat dan pameran budaya yang kita minta tampil di festival, kita biasanya gelar sepekan Khusus untuk budaya tenun ikat, kita himbau menggunakan pada setiap hajatan apapun. Sekarang sudah memasyarakat jadi kalau orang dari luar akan kaget karena warga mengenakan pakaian adat kita tidak pakai. Ini sudah menjadi budaya di TTS”,  jelasnya.

Menurutnya, tradisi mempopulerkan budaya lokal TTS juga ditemukan saat acara pernikahan. Warga dianjurkan mengenakan pakaian adat begitu pula tarian dan musik juga bernuansa budaya lokal pada acara pernikahan seperti tarian Bonet dan Maekat serta musik ukulele juga dimainkan. ” Jadi waktu acara nikah, pembukaan biasanya orang menari tarian lokal dulu nanti di atas jam 22.00 WITA,  baru orang putar lagu modern juga tarian dansa dan joget. Ini supaya kesenian daerah tidak hilang”,  katanya.
Dia juga menambahkan, saat ini dikembangkan kelompok anak – anak dengan gerakan kelompok sadar wisata. Hal ini agar anak memiliki pengetahuan terutama tentang wisata pantai, wisata pegunungan dan wisata budaya. Wisata budaya terutama kesenian saat ini sudah masuk dalam kurikulum muatan lokal. Sudah ada peraturan bupati TTS Nomor : 35 tahun 2017 dan instruksi bupati TTS nomor : 6 tahun 2017 yang mana kepada para guru SD – SMP agar memasukan kebudayaan dalam kurikulum muatan lokal sesuai kondisi di daerahnya. Pemda TTS juga tahun 2018 ini akan membangun gedung kesenian dengan harapan setelah ditumbuh kembangkan budaya dengan berbagai bentuk maka diharapkan setiap minggu atau bulan sekolah bisa mengisi pentas seni termasuk pameran hasil budaya tenun ikat, dan lain – lain. ” Kami harapkan pemerintah pusat dan provinsi berikan informasi kepada kami secara terus menerus. Kita memang ada rencana menggelar seminar untuk bicarakan soal cagar budaya. Maksudnya agar benda cagar budaya bisa dilindungi dengan pembuatan regulasi yang jelas. Kita punya peninggalan budaya yang banyak kita bisa hadirkan museum di Kabupaten jadi kita bisa lestarikan.

Aset Kabupaten ini bisa menarik orang untuk mengunjungi dan tentu mendatangkan PAD buat daerah, Perumahan tradisional, peralatan kesenian tradisional, peralatan perang zaman dulu masih ada, itu yang kita coba simpan di museum kabupaten “,  ujar Seperius

 

( Laporan : Erni Amperawati)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *