“JEJAK PORTUGIS DI TANAH BETAWI”

  • Bagikan

JAKARTA UTARA, POROS NUSANTARA – Kampung Tugu di Pesisir Utara, kampung Serani tempatku dilahirkan, rukun damai saudara bersaudara, tempat ku nanti akan menutup mata. Sungguh indah lagu karya Milton Michiels Salah satu Musisi Krontjong Toegoe. Mengingatkan memori ratusan tahun lalu. Orang-orang Tugu [The Tugu] yang merupakan keturunan Portugis hasil perkawinan bangsa Portugis dengan penduduk Goa, Ceylon, Malabar lalu behijrah ke Malaka ditandai dengan kedatangan ekspedisi Alfonso de Alberquerque tahun 1511.

Tahun 1640 kedatangan Belanda memukul mundur Portugis hingga tersebar ke seluruh Nusantara. Sebanyak 800 cikal bakal orang Tugu pun terserak hingga ke Pulau Banda. Mereka berhasil mengamankan kepentingan Belanda. Kemudian di tahun 1661 atas permintaan Gereja Portugis dimintalah keturunan Portugis dibebaskan dalam hal menyokong kepentingan Belanda. Maka terpilihlah 23 kepala keluarga atau kurang lebih 150 yang sebagian besar laki-laki dimerdekakan di tenggara Tanjung Priok, di daerah penuh rawa-rawa dan nyamuk malaria ganas, harapan keturunan Portugis itu musnah, Tuhan berkehendak lain. Kasih anugerah Tuhan menyertai dan memimpin hingga kini keturunan Portugis Tugu.

Kata Tugu berasal dari kata “porTUGUesa” menurut pernyataan Prof. de Graff. Mereka dijuluki de Mardijkers yang artinya orang~orang yang dimerdekakan. Kini kehidupan orang-orang Tugu tidak lagi sebagai pemburu, bertani maupun nelayan yang di sela-sela menjelang sore malam mereka memainkan musik yang bersuara krong krong krong dan crong crong crong sehinga masyarakat di luar Tugu menyebutnya Keroncong sementara orang Tugu menyebutnya Musica de Tugu itulah cikal bakal Keroncong di Nusantara. Julio Pereira master Cavaquinho yang pernah mengunjungi Komunitas Tugu menyatakan bahwa Cavaquinho adalah The Grandfather of Keroncong. Artinya ada benang merah yang menghubungkan Cavaquinho (small guitar 4 string) Portugis dengan Prunga dan Macina (gitar kecil Tugu bertali 5). Yang kini justru ukulele yang dari Hawailah populer dimainkan.

Menurut Cipta Loka keberadaan Komunitas Tugu sudah tidak ada lagi. Yang ada cuma barisan pool containter dan trailer yang hilir mudik di sepanjang Jalan Raya Tugu.

Sehinnga merusak citra cagar budaya sesuai Perda 9 tahun 1999 . Yang jadi masalah apakah radius 600 Pemkot Utara dan Pemda DKI masih konsisten dengan Pergub yang diawali Gubernur Ali Sadikin tahun 1970an Nampak tidak konsistensi dan lemahnya wibawa pemerintah yang memiliki power untuk membuat dan melaksanakan aturan yang dibuat. Jejak keturunan Portugis Tugu di Tanah Betawi hanyalah kisah sejarah klasik belaka tanpa turut memberikan kesejahteraan masyarakat pendukung sejarah dan budayanya.

Tekad dan upaya akhirnya berpulang kepada Komunitas Tugu. Miris memang ketika pemerintah menetapkan Kampung Tugu sebagai daerah bersejarah. Kini mempesalahkan Komunitas Tugu yang menjual tanah mereka. Tetapi terlepas dari itu bukankah! hak menata wilayah merupakan hak pemerintah? Komunitas Tugu yang tergabung dalam Ikatan Keluarga Besar Tugu (IKBT) yang dikomandani Erni Lisje Michiels masih memiliki asa. Dengan konteks dan kajian sejarah diiniasi dengan Asian Portugues Community dengan harapan ada upaya mendorong kerja persahabatan dan kerjasama dengan negara~negara : Malaka, Timor Leste, Macau, India, Sri lanka, Myanmar, Singapura, Jepang, Australia, Indonesia dan tentunya Portugis yang menjadi akar sejarah dan genetis.

Kini upaya pemikiran, Kajian dan inisiatif ekonomi kreatif harus didorong untuk mendorong pariwisata. Ini tak kan terlepas juga tangan pemerintah untuk menssuport. Di Kampung Tugu 8 Oktober 2018 bertepatan dengan HUT anggota keluarga Siane Theresia Makapunas ~ Sopaheluwakan dan Putri jelitanya Angel Lidya Ornamenty Makapunas dilangsungkan Pertemuan Ibadah IKBT diawali dengan Ibadah yang dipimpin Pdt. Muliawati, S.Th. Dalam kata sambutan Ketua IKBT senantiasa mengingatkan untuk cinta pada Kampung Tugu dengan bukti nyata berbuat dengan peran masing-masing. Dalam kesempatan dikeluarkan Surat Mandat kepada Johan Sopaheluwakan untuk menjadi Ketua Panitia Penyelenggara rangkaian kegitan menyambut Natal 2017, Tahun Baru 2017, Pesta Adat Rabo-Rabo dan Mandi-mandi 2018 . Semoga pemikiran dan ide kreatif tercuat dalam kegiatan tersebuta dan dapat bersinergi dengan semua stock holder aktivis sejarah, seni, budaya, akademisi, dunia industri dan pemerintah. Kita doakan semoga mimpi dan harapan itu terwujud seatas ijin Tuhan. Amin, Semoga.

(Laporan : Jaya Selamat)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *